Search

Monday, April 15, 2013

Senyum [Kampret] Sore Hari

"Jangan pernah merasa mulia dengan merendahkan orang lain. Kemulian akan dimiliki oleh mereka yang rendah hati." 
(Abdullah Gymnastiar - Pendakwah)

Sore tadi seperti biasa - walau tidak setiap hari- gue nganterin pacar balik. Memang bukan dengan mobil mewah ataupun motor sport cuma bus umum biasa jurusan Bogor - Depok. Turun dari bus gue ngajak pacar beli minuman ringan di sebuah minimarket. Keluar dari minimarket gue mengajak dia untuk duduk duduk sebentar di teras minimarket tersebut yang memang sengaja ditempatkan beberapa kursi agar pembeli bisa leluasa mengobrol sambil minum atau makan. Dengan alasan nunggu shalat magrib (padahal mah masih pengen mesra-mesraan), kita berdua pun mengobrol banyak hal, menyambung apa yang memang sudah kita obrolkan di bus tadi. Cukup lama gue dan doi ngobrol hingga tiba-tiba datang seorang ibu berkerudung kuning lengkap dengan tas KW 9 nya berjalan ke arah mesin ATM yang letaknya memang tidak jauh dari tempat gue dan pacar  ngobrol.
"Hay, Tan! Mau kemana ?" ujar pacar  gue ke ibu tersebut.
"Oh, ini mau ke ngambil uang buat belanja," jawab si ibu tadi. Dia lalu melihat ke arah gue yang lagi  nenggak  sebotol wine minuman ringan, memandangi cukup lama, lalu bertanya pada pacar gue yang duduk nggak begitu jauh dari ibu tersebut,
"Ndi, itu siapa ? Pacarnya ?"
"Iya, Tan.." jawab pacar gue sambil melempar galon senyum ramah.
Gue pun ikut senyum ke ibu itu, namun nggak ditanggepin! *nelen meja*
 'Oh mungkin karena emang nggak kenal,' ujar saya dalam hati, mencoba berpikir positif.
"Kuliah ? Dimana ?" tanyanya lanjut.
"Iya, kuliah,Tan. Di ***** (Nama kampus disamarkan),"
"Ohh" respon ibu tersebut dengan singkat. Lalu ia pun masuk ke dalam bilik ATM. Nggak lama dia keluar lalu berjalan ke arah pintu masuk minimarket. Ketika ia berjalan tepat disamping gue, gue pun tersenyum ke arahnya. Yah, senyum-senyum basa-basi gitu. Karena saya rasa ibu ini entah kenapa seperti ilfeel ke saya, dan ternyata tebakan saya pun tepat!
Dia tidak membalas senyum gue, yang ada dia malah memasang tampang jijik, aneh, dan apalah yang tidak mengenakan. Dalam hatinya, dia pasti bilang 'Iyyyuhhh, Kamseupay banget nih anak!"
Sebuah perkenalan yang cukup bikin sakit hati..


******

Udah biasa.
Yah, cuma kalimat itu yang bisa gue katakan pasca tragedi tatapan 'Iyuhh Kamseupay' barusan. Dicaci, dihina, difitnah, bahkan di-bully secara verbal atau non-verbal pun pernah dan masih sering saya terima. Termasuk yang tadi sore itu.
Jujur, kalau dibilang sakit hati sih, sakit banget. Udah mah di-'hak cuh' ibu-ibu nggak jelas, di depan pacar pula. Untung pacar gue bisa ngerti. Dalam artian, dia ngerti sifat gue yang males nyari ribut dan sifat si ibu tadi yang emang hobby nyari ribut.
"Udah, jangan ditanggepin, Yang. Ibu itu mah emang suka mandang rendah gitu  ke orang lain. Di komplek juga gitu," ujar pacar gue mencoba menenangkan suasana. 
"Ya, tapi nggak gitu juga kali tatapannya. Gue tau dia siapa juga nggak, udah main sinis aja," ujar gue agak gak terima.
Beres shalat magrib, gue kembali naik bus, pulang ke Bogor. Di dalam bus dan ditengah rintik hujan gue coba merenung kejadian tadi sore. Nggak mau munafik, gue emang kesel dan marah sama kelakuan si ibu tadi yang udah kayak bocah TK. Dari zaman Firaun narik becak sampai jaman SBY twitteran, yang namanya ngerendahin orang apalagi orang yang sama sekali nggak dikenal adalah perbuatan tidak sopan dan kampungan. Oh ya satu lagi... NORAK!
Sempet sih terpintas gue untuk dendam ke si ibu yang bahkan gue nggak tau namanya siapa, alamatnya dimana, mantannya waktu SMA ada berapa itu. Tapi, setelah gue pikir-pikir (sumpah, gue masih punya otak! walau jarang dipake sih -_-) nyimpen dendam itu nggak ada gunanya juga. Kalau dulu-dulu aja waktu gue dihina, diejek dan di-bully gue biasa aja, kenapa buat yang sekarang gue harus dendam ? Karena gue dihina di depan pacar bukan alasan yang tepat gue harus dendam sama si ibu yang ternyata tetangga pacar gue itu. 
Gue emang nggak ganteng kayak Robert Pattinson, gue juga nggak kaya seperti Bill Gates, dan gue juga emang gak punya banyak follower kayak Raditya Dika (entah apa hubungannya ?) tapi setidaknya, gue pernah ngerasain gimana susahnya ngerangkak dari bawah, memperjuangkan hidup yang lebih baik dengan tangan gue sendiri. Sesuatu yang mungkin nggak pernah dialami ibu brengs*k itu. 
Dari dihina, dicaci, direndahkan, dan di-bully gue bisa melahirkan buku-buku gue walau belum dalam tahap best seller sih. Mungkin kalau gue nggak pernah dihina, dicaci, direndahkan, diejek,dan di-bully nggak akan pernah ada cerita untuk tulisan gue, dan ujungnya nggak akan pernah ada buku dengan nama gue di sampul depannya. 
Gue selalu percaya bahwa sabar itu tidak ada batasnya karena sesungguhnya kita lah yang membuat batas tersebut. Gue mencoba menyingkirkan batas itu agar gue dapat dengan lapang menerima cacian, hinaan, bully-an dan segala bentuk yang merendahkan diri gue. Karena ketika kita direndahkan, dia satu sisi kita tengah ditinggikan oleh Yang Maha Kuasa.
Terima kasih banyak untuk semua orang yang pernah merendahkan, semoga kalian akan selalu ditinggikan...



No comments:

Post a Comment